Jumat, 12 Agustus 2011

KONVERSI AGAMA


KONVERSI AGAMA
(tugas mata kuliah Psikologi Agama)

Konversi agama merupakan istilah yang pada umumnya sering diberikan untuk proses yang menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan, dan proses tersebut dapat terjadi secara langsung tiba-tiba maupun berangsur-angsur. Dan bisa jadi proses tersebut mencakup perubahan atau penolakan keyakinan terhadap apa yang diyakininya saat itu mengenai berbagai macam persoalan agama.

A.    Pengertian Konversi Agama
Konversi berasal dari kata conversion yang berarti perubahan sistem atau pendapat, tobat,[1] pindah, berubah. Sehingga convertion berarti berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religius to another).[2]
Sedangkan James P. Chaplin bahwa definisi dari conversi adalah satu perubahan yang cepat, dan seringkali dramatis dalam keyakinan-keyakinan religius.[3]  Konversi merupakan suatu proses yang disadari atau tidak dan terjadi pada setiap orang dengan intensitas yang berbeda-beda. Proses ini bisa terjadi secara cepat, bertahap ataupun lambat. Selama seseorang masih hidup kemungkinan untuk terjadi konversi selalu terbuka.

B.     Macam- Macam Konversi
Starbuck membagi konversi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Type volitional (perubahan secara bertahap)Yaitu konversi yang terjadi secara berproses, sedikit demi sedikit hingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan ruhaniah yang baru.
b.      Type self surrender (perubahan secara tiba-tiba)Yaitu konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa mengalami proses tertentu tiba- tiba berubah pendiriannya terhadap suatu agama yang dianutnya. Perubahan tersebut dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi taat, dari tidak kuat keimanannya menjadi kuat keimanannya, dari tidak percaya kepada suatu agama menjadipercaya dan sebagainya.[4] Oleh William James yang seperti itu disaebut dengan teori inkubasi bawah-sadar, merupakan proses dimana perubahan-perubahan dala sikap terjadi secara perlahan-lahan meskipun di luar batas-batas kesadaran.[5]

C.    Faktor- faktor yang menyebabkan konversi
Berbagai ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor
yang memotivasi menjadi pendorong konversi agama, masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
Para ahli sosiologi salah satunya berpendapat bahwa terjadinya konversi agama disebabkan oleh pengaruh sosial. Dijelaskan oleh Clark, pengaruh-pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor antara lain:
  1. Pengaruh hubungan antara pribadi baik pergaulan yang bersifat
    keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain).
  2.  Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang
    atau kelompok untuk berubah kepercayaan jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara keagamaan.
  3. Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat,
    misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
  4. Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin
    agama merupakan salah satu pendorong konversi agama.
  5. Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan yang
    dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat pula menjadi pendorong
    terjadinya konversi agama.
  6. Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud disini adalah pengaruh
    kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum. Misal, kepala Negara, raja.Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara pesuasif (secara halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).[6]

Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong
terjadinya konversi agama adalah petunjuk ilahi. Pengaruh supernatural berperan
secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau
kelompok.
Lain halnya dengan para ahli ilmu jiwa, bahwa yang memotivasi akan terjadinya konversi agama adalah adanya faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Yang mana  apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin, kondisi seseorang yang mengalami tekanan batin tersebut  secara psikologis kehidupannya menjadi kosong dan tak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kepada kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram.[7]
Ajakan, bujukan dan sugestilah yang bisa mengisi kekosongan dan ketidak berdayaan seorang yang mengalami tekanan batin,  Orang-orang yang gelisah, yang sedang mengalami kegoncangan batin, akan sangat mudah menerima sugesti, ajakan atau bujukan-bujukan itu. Karena orang-orang yang sedang gelisah atau goncangan jiwanya itu, ingin segera terlepas dari penderitaannya. Orang yang seperti itu lebih dikuasai oleh emosinya lebih mudah kena sugesti apabila mengalami kegelisahan, sedang kemauannya akan menjadi kuat yaitu keinginan untuk memeluk kepercayaan yang lain.



D.    Proses Konversi.
Proses konversi menurut H. Carrier yaitu:
1.      Terjadi disintegrasi kognitif dan motivasi sebagai akibat krisis yang dialami.
2.       Reintegrasi kepribadian berdasarkan konsepsi yang baru. Dengan adanya reintegrasi ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur lama.
3.      Tumbuh sikap menerima konsep agama yang baru serta peranan yang dituntut oleh ajarannya.
4.      Timbul kesadaran bahwa keadaan yang baru itu merupakan panggilan yang suci, petunjuk Tuhan. [8]

Dalam uraiannya James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami konversi agama menyimpulkan bahwa Konversi terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide yang bersemi secara mantap, dan juga konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis maupun secara mendadak (tanpa suatu proses).[9]
Adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa ke-Tuhanan dan cara cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia dan alam sekitar. Serta selalu menguji keimannanya melalui pengalaman-pengalaman keagamaan sehingga menemukan keyakinan lebih tepat. Peribadatannya selalu dievaluasi dan ditingkatkan agar menemukan kenikmatan pengahayatan, walaupun demikian ia masih merasakan bahwa keiman dan peribadatannya belum sebagaimana mestinya dan belum sempurna,[10] semangat-semangat tersebut juga mendukug seseorang melakukan konversi agama.
Orang-orang  yang gelisah, di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema, itu mudah mengalami konversi agama. Di samping itu sering pula terasa ketegangan batin, yang memukul jiwa, merasa tidak tenteram, gelisah yang kadang-kadang terasa tidak ada sebabnya dan kadang-kadang tidak diketahui. Faktor lain yang tidak sedikit pengaruhnya adalah lembaga-lembaga keagamaan, masjid-masjid atau gerejagereja. Melalui bimbingan lembaga-lembaga keagamaan itu, termasuk salah satu faktor penting yang memudahkan terjadinya konversi agama.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, juga adfa sedikit tambahan yang dapat mendorong suatu konversi agama. Yaitu salah satunya adalah cinta, seseorang dapat melakukan konversi agama karena landasan perasaan cinta kepada pasangannya.

Penutup
Dan terakhir saya ingin memberi catatan soal “konversi”. Istilah ini dipakai secara luas, tidak hanya berarti perpindahan agama ke agama lain, tapi juga perubahan cara pandang/sikap seseorang dalam agama/keyakinan yang dianut selama ini.
Pengalaman konversi yang saat ini terjadi memang secara eksistensial dihayati bersifat mutlak. Tetapi dalam perjalanan hidup selanjutnya konversi tersebut menjadi relatif dan terbuka kemungkinan terjadinya perubahan berikutnya.[11] wallahu a’lam bisshowab









Referensi
Pius A Partanto & M Dahlan Albarry, Kamus ilmiah Populer, Arkola, Surabaya
James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Kartini-Kartono), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993
Robert H. Thoules, Pengantar Psikologi Agama (diterjemahkan oleh Machnun Husein), rajawali Press, Jakarta, 2000
Drs. H. Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, Sinar Baru Agensindo, Bandung, 1995
http://one.indoskripsi.com/content/psikologi-agama-sebagai-disiplin-ilmu
http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama-2/



[1] Pius A Partanto & M Dahlan Albarry, Kamus ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, hal: 371
[2] http://one.indoskripsi.com/content/psikologi-agama-sebagai-disiplin-ilmu
[3] James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Kartini-Kartono), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal: 112
[4] Op.Cit, Indoskripsi.com
[5] Robert H. Thoules, Pengantar Psikologi Agama (diterjemahkan oleh Machnun Husein), rajawali Press, Jakarta, 2000, hal: 191
[6] http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama-2/
[7] Ibid, wordpress.com
[8] Op.Cit, indoskripsi.com
[9] Op.Cit, wordpress.com
[10] Drs. H. Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, Sinar Baru Agensindo, Bandung, 1995, Hal: 59
[11] http://desantara.org/v3/index.php?option=com_content&task=view&id=348&Itemid=53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar