Samakah Maqamat wal Ahwal (Tasawwuf) dengan Konversi (Psikologi)
Manusia adalah makhluk yang mempunyai dimensi ganda (double dimension) yaitu dimensi ruhani dan dimensi jasmani, yang lahir dalam fitrah. Yang dimaksud dengan fitrah disini bukan hanya sekedar bersih dari noda ataupu dosa, namun dilengkapi dengan seperangkat potensi kodrati yang bersifat spiritual.
Jika manusia di dalam dirinya memiliki potensi kebaikan dan keburukan, kesempurnaan dan kekurangan. Baik itu berawal dari keburukan dan berpindah keadaan menuju kebaikan ataupun sebaliknya, tentunya banyak teori yang berbicara mengenai hal ini, baik dalam wacana tasawuf maupun psikologi.
Sepanjang ini orang-orang mengatakan bahwa discourse antara tasawuf dan psikologi masih berjalan sendiri-sendiri. Untuk tidak mengatakan ada dikotomi atau wilayah sendiri-sendiri antar keduanya. Tasawuf ditempatkan sebagai barisan dari disiplin ilmu keagamaan yang lebih bersifat adikodrati sehingga hanay mungkin didekati dengan pendekatan spiritual, sedangkan psikologi dianggap sebagai entitas dari representasi keilmuan yang selalu bersifat empiris-reaalistis yang tentu tidak naymbung dengan tasawuf. Pandangan inilah yang akan saya coba mendialogkan antar keduanya dengan berbagai perbedaan dan kesamaan.
Peristiwa atau kejadian-kejadian yang ada dalam bingkai tasawuf sebenarnya tidaklah jauh hubungannya dengan pandangan psikologi,yang juga mengungkapkan konsep-konsep yang hampir memiliki kesamaan keduanya. Salah satunya adalah mengenai maqamat dan ahwal dalam tradisi tasawuf dengan konversi (convertion) dalam tradisi psikologi. Mungkin ini adalah salah satu wacana yang kemungkinan akan menjadi pembahasan yang menarik bila wacana tersebut diteliti secara ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar