Minggu, 14 Agustus 2011

MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN


MU’AWIYAH BIN ABI SUFYAN

A.    Pendahuluan: Kelahiran Dinasti Umayyah
Latar belakang terbentuknya Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dengan konflik-konflik politik yang terjadi dengan pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah) atau dengan kaum Khawarij. Penumpasan tersebut banyak menyedot kekuatan pemerintah. Akan tetapi dalam makalah yang sangat sederhana ini tidak dibicarakan secara rinci tentang konflik-konflik politik yang terjadi ketika itu. Namun, akan lebih banyak membicarkan tentang panggagas daulah ini, yaitu Mu’awiyyah bin Abi Sufyan.
Mua’awiyah[1] telah dinobatkan sebagai Khalifah di yerussalem pada tahun 40 Hijriah yang bertepatan dengan 660 Masehi. Dengan penobatan itu, ibu kota provinsi Suriah, Damaskus, berubah menjadi ibu kota kerajaan Islam. Meskipun telah resmi dinobatkan sebagai khalifah, mu’awiyyah memiliki kekuasaan yang terbatas karena beberapa wilayah Islam tidak mengakui kekhalifaannya.[2] Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abdi Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.[3]
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Kekhalifahan Islam dipegang oleh Abu Bakar as-Siddiq dan Bani Umayyah merasa bahwa kelas mereka di bawah kelas kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka harus menunjukkan perjuangan mereka dalam membela Islam untuk memiliki kelas yang setingkat. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, mereka dikirim ke Suriah untuk berperang melawan Bizantium. Atas jasanya, Yazid bin Abu Sufyan diangkat menjadi gubernur disana.
Pada masa pemerintahan Usamn bin Affan, Muawiyah bin Abu Sufyan diangkat menjadi gubernur di Suriah menggantikan saudaranya. Selain itu, Bani Umayyah menjadi penguasa disana.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib merupakan awal dari kehancuran umat Islam. Hal ini dikarenakan Muawiyah bin Abu Sufyan merasa tidak puas dengan kebijaksanaan Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika menangani kasus pembunuhan Usman bin Affan. Golongan ini merasa sangat kecewa dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Akhirnya perselisihan ini memuncak menjadi Perang Jamal. Pereselisihan antara pihak Ali bin Abi Thalib dengan pihak Muawiyah tidak berakhir sampai disitu, akan tetapi perselisihan ini memuncak menjadi Perang Shiffin. Dalam perang itu terjadi peristiwa Tahkim atau Arbitrase.akan tetapi peristiwa ini memunculkan satu golongan yang disebut dengan golongan Khawarij.[4] Golongan ini adalah orang-orang yang kecewa dengan peristiwa Tahkim tersebut dari pihak Ali bin Abi Thalib.
Sebelum Muawiyyah mengambil alih jabatan Khalifah daripada Hassan Ibn Ali, telah berlaku konflik antara Muawiyyah dan Saidina Ali sehingga berlakunya Perang Siffin di tebing sungai Furat pada 13 Safar 37H. Konflik ini adalah rentetan daripada peristiwa pembunuhan Usman, dan akhirnya Ali gagal menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kehendak Muawiyyah. Saidina Ali juga mempunyai alasan tertentu yang menyebabkan baginda tidak dapat bertindak balas terhadap pembunuhan tersebut.
Terjadinya Perang Shiffin makin memperkokoh posisi Muawiyah dan melemahkan kekhalifahan Ali bin Abu Thalib, walaupun secara militer ia dapat dikalahkan. Hal ini adalah karena keunggulan saat berdiplomasi antara Amru bin Ash (kubu Muawiyah) dengan Abu Musa Al Asy'ari (kubu Ali) yang terjadi di akhir peperangan tersebut. Seperti halnya Amru bin Ash, Muawiyah adalah seorang administrator dan negarawan ulung.[5] Dan dari konflik inilah yang akhirnya melahirkan daulah Umayyah yang digagas pertama kali oleh Mu’awiyyah.

B.     Mu’awiyah Bin Abi Sufyan
1.      Biografi Singkat
Muawiyah bin Abu Sufyan (602680, umur 77–78 tahun) merupakan penggagas pertma dinasti Bani Umayyah. Dan  khalifah pertama dari Bani Umayyah bergelar Muawiyah I. Lahir pada tahun 602 Masehi dan meninggal pada tanggal 6 Mei 680 M. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier. Bapanya Abu Sufyan ibn Harb merupakan salah seorang pemimpin Quraysh yang terkemuka di kota Makkah terutama sebelum beliau memeluk Islam. Abu Sufyan juga ketua kaum musyrikin Makkah yang menjadi punca berlakunya perang Badar dan menjadi ketua kaum Quraysh Makkah dalam perang Uhud. dan Ibunya bernama Hindun binti Utbah.[6]
Mu’awiyyah memerintah daulah ini selama 20 tahum dari tahun 41 H-60 H, dan masuk Islam ketika Rasulullah melakukan Fathu Makkah. Sedangkan Abu Bakar As-Shiddiq telah memilih Yazid bin Abi Sufyan sebagai salah satu pemimimpin pasukan dari empat pasukan untuk pergi ke Syam. Akan tetapi ketika itu Yazid Bin Abi Sufyan tidak hadir, dan akhirnya Abu Bakar memilih Mu’awiyyah untuk menggantikannya, dan Yazid akhirnya dituntut sebagai soerang hakim di Damaskus. Mu’awiyyah adalah seorang yang kuat pendiriannya dan sangat disukai oleh Abu Bakar.[7]

2.      Sistem Pemerintahan: Sistem Monarki
Sepengetahuan penulis, dan dengan didapatkan penulis dari beberapa makalah yang diposting di website dan buku-buku, bahwa pada masa ini sistem pemerintahan Islam tidak lagi berbentuk khilafah setelah meninggalnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib, akan tetapi berbentuk pemerintahan kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun, sehingga demokratis berubah menjadi monarchiheridetis kerajaan turun temurun. Dalam sejarah perkembangan Islam ada dua kerajaan besar yang sangat popular yaitu khilafah Bani Umayyah dan Bani Abasiyah.[8] Dan penulis akan mencoba mendeskripsikan system pemerintahan tersebut.
Ali bin Abi Thalib meninggal dibunuh oleh salah seorang dari kelompok Khawarij pada tahun 661 M. Meninggalnya Ali bin Abi Thalib membuat Muawiyah mengumumkan dirinya sebagai khalifah yang baru dengan berpusat di Damaskus, Suriah. Akan tetapi, Hasan bin Ali, putra Ali bin Abin Abi Thalib, tidak mau mengakuinya. Hal ini mulai menyulut pertentangan dikalangan umat Islam. Akhirnya Hasan bin Ali membuat perjanjian damai dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Peristiwa ini dikenal dengan Aumul Jama'ah dan terjadi pada tahun 41 atau 661 M.
Perjanjian itu dapat mempersatukan kembali umat Islam dalam suatu kepemimpinan politik,dibawah Muawiyah bin Abu Sufyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Muawiyah menjadi penguasa absolute dalam Islam. Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun dengan empat belas khalifah.[9]
Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah akan diserahkan kepada pemilihan ummat Islam. Hal ini terjadi ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.[10] Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai.


C.    Penutup
Sistem pemerintahan khalifah melalui garis keturunan yang digencangkan oleh Mu’awiyah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan senioritas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah, menyababkan terjadinya persaingan tidak sehat.
Selain itu secara singkat, penulis dapat menyampaikan bahwa kronologi Bani Umayyah ketika pemerintahan Mu’awiyyah dapat dirangkum sebagai berikut: pada tahun 661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah, kemudian pada tahun 670 M- Perluasan sampai ke Afrika Utara, kemudian dilanjutkan dengan penaklukan Kabul pada tahun 677 M- serta penaklukan Samarkand dan Tirmiz dan juga serangan ke Konstantinopel. Lalu pada tahun 680 M- setelah kematian Muawiyah akhirnya Yazid I menaiki takhta dan juga terjadinya peristiwa pembunuhan Husain.
Dan dengan makalah yang sangat sederhana inilah yang mungkin bisa penulis sampaikan, dan tentunya tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Referensi
KH. Imam Subakir Ahmad, Taarikh Al-Hadharah Al-Islamiyah, (Ponorogo: Percetakan ISID, 2009)
Philip K. Hitti, History of Arabs: From the Earliiest Times to the Present, diterjemahkan oleh R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi, 2008)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1999)
Mursi, Muhammad Sa'id. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI dan Achmad Faozan, Lc, M.Ag. Editor: Muhammad Ihsan, Lc. Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007)
Dikutip dari Mata Kuliah: Tarikh Islam Sejarah Bani Umayyah Universitas Islam Indonesia dalam bentuk PDF. Hal: 8
http://www.dakwah.info/component/jforms/1/141?view=form
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar